Fidyah adalah kompensasi atau denda yang wajib dibayarkan bagi Muslim yang tidak mampu menjalankan puasa Ramadan karena uzur tertentu dan tidak bisa menggantinya di lain hari (qadha). Meskipun sering didengar, ada beberapa fakta penting mengenai Fidyah yang mungkin luput dari perhatian kita.
Berikut adalah 5 hal penting yang jarang diketahui tentang membayar Fidyah:
1. Fidyah Bukan Dibayar dengan Uang, Tapi Makanan Pokok
Banyak orang mengira Fidyah bisa langsung dibayarkan dalam bentuk uang tunai, padahal hukum asalnya adalah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok.
- Hukum Asal: Fidyah dibayarkan sebesar satu mud (sekitar 675 gram hingga 1 kilogram) makanan pokok per hari puasa yang ditinggalkan.
- Penyaluran: Makanan ini harus diberikan langsung kepada fakir miskin.
- Pengecualian: Pembayaran Fidyah dengan uang tunai (senilai makanan pokok) diperbolehkan oleh sebagian ulama kontemporer untuk memudahkan penyaluran, asalkan dipastikan uang tersebut akan dibelanjakan untuk makanan.
2. Lansia dan Sakit Permanen Boleh Membayar Fidyah Sekaligus
Bagi orang yang tidak memiliki harapan untuk sembuh dari sakitnya (sakit permanen) atau lansia yang sudah sangat lemah, mereka diizinkan untuk membayar Fidyah.
- Waktu Pembayaran: Mereka tidak wajib menunggu sampai bulan Ramadan selesai. Fidyah boleh dibayarkan secara sekaligus di awal, di tengah, atau setelah Ramadan, atau bahkan dibayar setiap hari puasa yang ditinggalkan.
- Kejelasan Hukum: Uzur ini harus bersifat permanen (tidak memungkinkan qadha di masa depan) agar Fidyah menjadi pilihan yang sah.
3. Fidyah Korban Meninggal Tidak Selalu Wajib Dibayar Ahli Waris
Jika seseorang meninggal dunia setelah Ramadan dan masih memiliki utang puasa (qadha) yang belum sempat dibayar, ada perbedaan hukum mendasar:
- Wajib Fidyah: Jika almarhum memiliki kesempatan untuk membayar puasa (misalnya sehat setelah Ramadan) tetapi menunda tanpa alasan syar’i hingga meninggal, maka wali (ahli waris) dianjurkan untuk membayar Fidyah dari harta peninggalan almarhum.
- Tidak Wajib Fidyah: Jika almarhum sakit berkepanjangan hingga meninggal dunia dan tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengqadha puasa (uzur berlanjut), maka ia tidak dikenakan dosa dan ahli waris tidak wajib membayar Fidyah.
4. Wanita Hamil atau Menyusui Memiliki Dua Pilihan
Wanita hamil atau menyusui yang meninggalkan puasa karena khawatir akan kesehatan janin atau bayinya seringkali bingung antara mengqadha saja atau membayar Fidyah.
- Pendapat Mayoritas (Hanya Qadha): Mayoritas ulama berpendapat mereka hanya wajib mengganti puasa (qadha) di hari lain.
- Pendapat Mazhab Syafi’i (Qadha + Fidyah): Jika alasan meninggalkan puasa adalah khawatir terhadap janin/bayi (bukan hanya diri sendiri), maka mereka wajib mengqadha puasa dan membayar Fidyah. Fidyah dibayarkan untuk setiap hari yang ditinggalkan.
5. Fidyah Hanya untuk Fakir Miskin, Bukan Masjid atau Anak Yatim
Fidyah memiliki sasaran penerima yang sangat spesifik, sesuai dengan yang tercantum dalam Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 184), yaitu fakir miskin.
- Penerima Spesifik: Fidyah harus diberikan langsung kepada orang miskin yang berhak.
- Tidak Sah untuk Umum: Fidyah tidak sah jika digunakan untuk pembangunan masjid, santunan anak yatim (kecuali yatim tersebut tergolong fakir miskin), atau kegiatan amal umum lainnya. Hal ini karena Fidyah adalah kompensasi langsung atas kewajiban ibadah yang tertinggal.
Memahami detail ini membantu kita memastikan bahwa kewajiban Fidyah telah ditunaikan dengan benar dan tepat sasaran, sehingga ibadah kita semakin sempurna.