Rumah tangga dalam Islam didirikan di atas fondasi sakral yang disebut Mitsaqan Ghalizha (Perjanjian yang Kuat). Dalam kemitraan ini, setiap pasangan—suami dan istri—memiliki peran, hak, dan tanggung jawab yang saling melengkapi. Meskipun suami bertanggung jawab penuh atas nafkah, istri memiliki peran sentral yang esensial dalam menentukan kedamaian (sakinah), keharmonisan (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah) di dalam keluarga.
Berikut adalah lima tanggung jawab utama seorang istri kepada suaminya, berdasarkan tuntunan syariat Islam:
1. Ketaatan dalam Kebaikan (Tho’at)
Tanggung jawab tertinggi seorang istri adalah menaati suaminya selama perintah tersebut berada dalam koridor kebaikan dan tidak bertentangan dengan syariat Allah SWT. Ketaatan ini merupakan salah satu kunci utama istri menuju surga.
Rasulullah ﷺ bersabda, jika seorang istri menjaga shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan menaati suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana pun yang ia kehendaki.
Ketaatan ini adalah bentuk pengakuan terhadap qawwamah (kepemimpinan) suami, dan berfungsi sebagai penopang keharmonisan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Batas dari ketaatan ini jelas: tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Pencipta (Laa tha’ata li makhluqin fii ma’shiyatil khaaliq).
2. Menjaga Kehormatan Diri dan Harta Suami
Istri memiliki amanah ganda: menjaga kehormatan dirinya dari segala bentuk perbuatan tercela dan menjaga aset suaminya.
- Menjaga Kehormatan Diri: Seorang istri yang salehah wajib menjaga kesucian dirinya dan tidak mengizinkan orang yang tidak disukai suami untuk masuk ke dalam rumah.
- Menjaga Harta: Istri bertindak sebagai pengelola dan manajer keuangan rumah tangga. Ia tidak boleh membelanjakan harta suami untuk hal-hal yang tidak perlu atau memberikannya kepada pihak lain tanpa izin suaminya, kecuali untuk nafkah harian yang sudah dimaklumi.
3. Melayani Kebutuhan Batin Suami
Tanggung jawab penting lain adalah memenuhi kebutuhan biologis suami ketika ia memintanya, kecuali jika istri memiliki uzur syar’i seperti sakit, haid, atau nifas.
Tuntunan ini diberikan untuk menjaga kesucian pasangan dan membentengi rumah tangga dari godaan maksiat. Dalam hadis yang diriwayatkan Muslim, terdapat peringatan keras bagi istri yang menolak suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, menunjukkan betapa seriusnya pemenuhan hak ini demi kemaslahatan bersama.
4. Mengurus dan Menciptakan Kenyamanan Rumah Tangga
Meskipun tugas mencari nafkah di luar adalah milik suami, tugas utama di dalam rumah berada di tangan istri sebagai “Ratu Rumah Tangga.”
Istri bertanggung jawab memberikan pelayanan terbaik dalam batas kemampuannya, seperti merapikan rumah, memasak, dan menciptakan suasana damai (sakinah) agar suami merasa tenang saat kembali dari kesibukan luar. Peran istri sebagai manajer domestik ini sangat menentukan kualitas emosional dan spiritual seluruh anggota keluarga.
5. Tidak Keluar Rumah Tanpa Izin Suami
Istri tidak diperkenankan keluar dari rumah tanpa seizin suaminya, terutama jika itu bukan keperluan mendesak, seperti mengunjungi orang tua sakit atau menuntut ilmu yang wajib.
Prinsip ini adalah wujud ketaatan terhadap kepemimpinan suami dan berfungsi sebagai langkah preventif untuk menjaga kehormatan dan keselamatan istri di luar rumah. Suami, pada gilirannya, dituntut untuk bersikap adil dan tidak mempersulit izin tersebut jika ada kebutuhan yang wajar.
Tanggung jawab istri bukanlah beban, melainkan jalan mulia menuju keberkahan rumah tangga dan ridha Allah SWT. Ketika suami dan istri saling memahami dan menunaikan hak dan kewajiban masing-masing dengan dasar mawaddah wa rahmah, maka rumah tangga akan menjadi jannati (surgaku) di dunia.